SUNGAIPENUH – Dugaan pelanggaran etika dan konflik kepentingan oleh seorang oknum anggota DPRD Kota Sungai Penuh kian menguat. Setelah sebelumnya mengaku hanya memiliki saham di perusahaan pelaksana proyek Klinik Polres Kerinci, kini terungkap bahwa nama anggota DPRD tersebut ternyata tercantum dalam akta perusahaan sebagai komisaris aktif.
Fakta ini menimbulkan gelombang reaksi keras dari masyarakat dan pemerhati kebijakan publik. Publik menilai, pernyataan awal oknum DPRD itu yang mengaku hanya pemegang saham tanpa jabatan struktural merupakan upaya menutupi keterlibatannya secara langsung dalam proyek bernilai Rp 1,4 miliar yang bersumber dari APBD Kota Sungai Penuh Tahun Anggaran 2025.
Sebelumnya, dalam klarifikasi melalui pesan WhatsApp, oknum DPRD tersebut menyatakan:
“Sy bkn pengurus bkn komisaris, sy ada memiliki sekian persen saham d prshaan tsb. Klo nama itu nama sy, ssi akta sy bkn komisaris.. masa komisaris ada 2, stau sy komisaris ada 1,” tulisnya.
Namun berdasarkan salinan akta pendirian dan perubahan terakhir PT Alam Padoeka Djaya Inti, yang kini beredar luas di kalangan publik, nama yang bersangkutan tercantum jelas sebagai Komisaris perusahaan. Fakta ini membantah seluruh pernyataan sebelumnya dan memperkuat dugaan bahwa anggota DPRD tersebut telah menyesatkan publik.
Menurut pemerhati kebijakan publik Provinsi Jambi, Dedi Dora, kebohongan publik oleh pejabat legislatif adalah bentuk pelanggaran berat terhadap integritas dan kepercayaan rakyat.
“Seorang anggota DPRD yang berbohong kepada publik terkait kepemilikan jabatan dalam perusahaan proyek pemerintah jelas melanggar etika. Apalagi perusahaan itu mengerjakan proyek dari APBD yang notabene mereka sendiri ikut bahas dan awasi,” tegas Dedi.
Ia menambahkan, posisi ganda antara pejabat publik dan pengurus perusahaan proyek pemerintah merupakan bentuk nyata konflik kepentingan (conflict of interest) dan dapat dijerat melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta ketentuan kode etik DPRD.
Aktivis antikorupsi di Sungai Penuh juga mendesak Badan Kehormatan (BK) DPRD untuk segera memanggil dan memeriksa yang bersangkutan.
“Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi juga bisa mengarah ke pelanggaran hukum. Kebohongan publik itu membuktikan ada niat menutupi keterlibatan dalam proyek pemerintah. BK DPRD dan APH harus segera turun tangan,” ujar salah satu aktivis yang menolak disebutkan namanya.
Publik kini menanti langkah tegas dari Badan Kehormatan DPRD Kota Sungai Penuh dan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti temuan ini. Sebab, jika terbukti benar, maka kasus ini bukan hanya soal pelanggaran etik, melainkan juga pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan integritas lembaga legislatif.
Saat dikonfirmasi kepastian nama yang di dalam akta dokumen lain perusahaan seperti SK Menkumham (AHU), enggan menjawab dan mengklarifikasi. Tapi justru meminta dari mana data-data diperoleh wartawan. Padahal sesuai UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, mengatur bagaimana wartawan melindungi sumber informasi.(Adi)


















