Ternyata Nama Indra Justru Diduga Punya Saham Hingga 1 Milyar di PT Alam Padoeka Djaya

SUNGAIPENUH – Pengakuan Indra Apdi Saputra anggota DPRD Sungaipenuh hanya memiliki saham di PT Alam Padoeka Djaya Inti pelaksana proyek pemerintah klinik Polres Kerinci, ternyata bertolak belakang dengan fakta dokumen perushaan.

Dalam akta pendirian dan AHU PT Alam Padoeka Djaya Inti, nama Indra justru tercatat sebagai pemegang jabatan Komisaris. Nilai saham Indra yang termuat dalam akta tersebut awalnya Rp 200 juta, dan mengalami peningkatan penambahan Rp 1 Milliar. Dokumen akta tersebut, tidak diketahui apakah ada perubahan atau tidak.

Saat dikonfirmasi mengenai akta yang namanya sebagai komisaris perusahaan, Indra enggan menjelaskan lebih terang. Dia justru meminta wartawan memberkan asal data yang diperoleh.

“Abg dpt akta dan ahu tu dr mn?,” jawabnya singkat, Selasa (21/10), dihubungi via WhatsApp.

Beberapa kali percakapan berlangsung, tetap saja Indra enggan memberi klarifikasi, apakah benar nama yang tertera adalah dirinya, atau jika benar apakah ada akta perubahan atau tidak, juga tidak dijelaskan. Dia justru tetap ngotot meminta sumber data kepada wartawan.

Kemudian, dengan alasan melindungi narasumber, wartawan menggunakan hak tolak, sesuai UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 1 angka 10 tentang Hak Tolak.

Fakta ini menimbulkan gelombang reaksi keras dari masyarakat dan pemerhati kebijakan publik. Publik menilai, pernyataan awal oknum DPRD itu yang mengaku hanya pemegang saham tanpa jabatan struktural merupakan upaya menutupi keterlibatannya secara langsung dalam proyek bernilai Rp 1,4 miliar yang bersumber dari APBD Kota Sungai Penuh Tahun Anggaran 2025. Fakta ini juga membantah seluruh pernyataan sebelumnya dan memperkuat dugaan bahwa anggota DPRD tersebut telah menyesatkan publik.

“Seorang anggota DPRD masih terkait kepemilikan jabatan dalam perusahaan pelaksana proyek pemerintah jelas melanggar etika. Apalagi perusahaan itu mengerjakan proyek dari APBD yang notabene mereka sendiri ikut bahas dan awasi,” tegas Harmo, aktivis Kerinci dan Sungaipenuh.

Ia menambahkan, posisi ganda antara pejabat publik dan pengurus perusahaan proyek pemerintah merupakan bentuk nyata konflik kepentingan (conflict of interest) dan dapat dijerat melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta ketentuan kode etik DPRD.

Dia juga mendesak Badan Kehormatan (BK) DPRD untuk segera memanggil dan memeriksa yang bersangkutan.

“Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi juga bisa mengarah ke pelanggaran hukum. Pengakuan yang bertolak belakang dengan data dan fakta, itu membuktikan ada niat menutupi keterlibatan dalam proyek pemerintah. BK DPRD dan APH harus segera turun tangan,” jelasnya.(Adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *