Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan Bupati Kolaka Timur periode 2024–2029, ABZ, bersama empat orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
Kelima tersangka yang telah diumumkan KPK terdiri dari tiga pihak penerima, yakni ABZ (Bupati Kolaka Timur), ALH (ASN Kementerian Kesehatan selaku PIC pembangunan RSUD), dan AGD (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur). Sedangkan dua tersangka lainnya sebagai pihak pemberi adalah DK dan AR, keduanya berasal dari unsur swasta.
Dari kegiatan tangkap tangan tersebut, KPK mengamankan barang bukti uang tunai senilai Rp200 juta. Uang tersebut merupakan bagian dari dugaan “fee” senilai Rp9 miliar yang terkait proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur.
Program Prioritas Nasional Disalahgunakan
Pembangunan RSUD Kolaka Timur sejatinya merupakan bagian dari program prioritas nasional Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk meningkatkan kualitas RSUD dari tipe D menjadi tipe C. Pada tahun anggaran 2025, Kemenkes mengalokasikan anggaran sebesar Rp4,5 triliun untuk program tersebut yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sektor kesehatan. Kabupaten Kolaka Timur termasuk salah satu daerah penerima program dengan nilai kontrak pembangunan mencapai Rp126,3 miliar.
Namun, berdasarkan hasil penyidikan, KPK menduga program ini disalahgunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka.
Kronologi Dugaan Perkara
Kasus ini bermula pada Desember 2024, ketika Kemenkes menggelar pertemuan dengan lima konsultan perencana membahas desain awal RSUD Kolaka Timur. Dalam pertemuan tersebut, NB (konsultan arsitek) ditunjuk secara langsung untuk mengerjakan perencanaan proyek.
Pada Januari 2025, Kemenkes dan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur menggelar pertemuan untuk mengatur proses lelang. Dalam kesempatan itu, AGD diduga memberikan sejumlah uang kepada ALH. Tak lama kemudian, ABZ bersama sejumlah pihak berangkat ke Jakarta untuk mengondisikan agar PT PCP dapat memenangkan tender.
Pada Maret 2025, kontrak pekerjaan senilai Rp126,3 miliar ditandatangani antara Pemkab Kolaka Timur dan PT PCP. Dari situ, ABZ diduga meminta “fee” sebesar 8% dari total nilai proyek atau sekitar Rp9 miliar, yang dikomunikasikan melalui AGD kepada DK.
KPK mengungkapkan, aliran uang diduga terjadi sebagai berikut:
April 2025: AGD menyerahkan Rp30 juta kepada ALH.
Mei–Juni 2025: DK menyerahkan Rp500 juta kepada AGD.
Agustus 2025: DK menyerahkan Rp1,6 miliar kepada AGD yang kemudian diberikan kepada YS (staf ABZ) dan diketahui oleh ABZ.
Agustus 2025: DK kembali menyerahkan Rp200 juta kepada AGD.
Pesan KPK
KPK menegaskan, tindakan para tersangka telah mencederai amanat program nasional yang seharusnya ditujukan untuk peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.
“KPK menyayangkan program prioritas nasional di sektor kesehatan ini disalahgunakan demi keuntungan pribadi, sementara fasilitas kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat,” tegas pihak KPK dalam keterangan resminya.
KPK juga mengingatkan seluruh kepala daerah agar menjadi teladan bagi aparatur di daerahnya, dan tidak memanfaatkan jabatan untuk melakukan praktik korupsi.***
Sumber : Kpk.go.id