Laporan Khusus: Redaksi Globaljambi.co.id
KERINCI – Di era digital seperti sekarang, listrik bukan lagi sekadar penerang malam. Ia adalah denyut kehidupan. Namun di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, “denyut” itu kini sering terhenti.
Beberapa bulan terakhir, masyarakat di dua daerah yang bertetangga ini mengeluhkan pemadaman listrik yang terjadi berulang kali. Tak tanggung-tanggung, pemadaman bisa berlangsung hingga 12 jam penuh, bahkan pernah sampai berhari – hari. Alasannya selalu seragam: “pemeliharaan jaringan.” Namun di balik kata “pemeliharaan” itu, tersimpan realitas getir: aktivitas ekonomi warga benar-benar lumpuh.
Ketika Listrik Padam, Kehidupan Ikut Redup
Bagi masyarakat perkotaan seperti Sungai Penuh, mati listrik bukan hanya soal gelapnya ruangan. Ketika daya padam, air PDAM ikut berhenti karena mesin pompa tak berfungsi. Warung, toko, dan kafe digital yang bergantung pada jaringan internet otomatis tutup. Lebih parah lagi, sinyal seluler ikut menghilang total karena tower komunikasi kehilangan pasokan daya.
Artinya, komunikasi terputus, transaksi digital berhenti, dan roda ekonomi benar-benar macet. “Kalau mati lampu lama, kami nggak bisa jualan online. ATM mati, sinyal hilang, air nggak hidup. Semua serba lumpuh,” kata Beni, pelaku usaha kecil di Kerinci.
Bagi warga pedesaan, dampaknya lebih dalam lagi. Para petani yang mengandalkan pompa air listrik terpaksa berhenti bekerja. Sementara bengkel, usaha las, dan percetakan di Sungai Penuh memilih tutup lebih awal karena tak sanggup beroperasi dengan biaya genset yang mahal.
PLN: Antara “Pemeliharaan” dan “Keharusan Publik”
Secara teknis, PLN memang memiliki tanggung jawab melakukan pemeliharaan jaringan agar pasokan listrik tetap stabil. Namun ketika pemeliharaan justru berulang dan tanpa informasi dan bukti yang jelas, publik berhak mempertanyakan efektivitas manajemennya.
Sejumlah warga menilai, PLN perlu berbenah, bukan hanya secara teknis, tetapi juga dalam hal komunikasi dan kepekaan sosial. “Pemeliharaan itu penting, tapi masyarakat juga butuh kepastian. Jangan setiap mati lampu alasannya pemeliharaan tanpa bukti yang konkrit,” ujar Dedi Dora, Pengamat Kebijakan Publik Provinsi Jambi.
Ia menambahkan, PLN bukan hanya perusahaan penyedia energi, tapi juga penopang utama peradaban modern. “Ketika PLN tidak berfungsi dengan baik, maka ekonomi, pendidikan, bahkan kesehatan ikut terganggu,” ujarnya.
Warga Desak Evaluasi Kinerja PLN Sungai Penuh
Berkali-kali pemadaman dengan durasi panjang membuat warga mendesak adanya evaluasi terhadap kinerja Kepala PLN Sungai Penuh. Mereka menilai, perlu ada manajemen yang lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dan kondisi lapangan.
“Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi soal tanggung jawab publik. Kalau pelayanan sering bermasalah, seharusnya dilakukan evaluasi menyeluruh,” tegas Dedi Dora.
Ia juga menyoroti pentingnya PLN membuka kanal komunikasi yang lebih cepat dan transparan, agar masyarakat bisa mengetahui kapan pemadaman terjadi dan berapa lama berlangsung, serta memberikan bukti berbentuk fhoto usai melakukan pemeliharaan.
Ketika Terang Jadi Kemewahan
Di tengah gencarnya kampanye digitalisasi ekonomi dan layanan publik berbasis teknologi, pemadaman listrik berkepanjangan adalah ironi besar.
Sebuah paradoks di tengah upaya pemerintah mendorong transformasi digital, namun infrastrukturnya masih rapuh di lapangan.
“Listrik itu bukan sekadar cahaya. Ia simbol kemajuan, keadilan, dan keberlanjutan. Ketika terang menjadi kemewahan, maka tanda tanya besar muncul: di mana kehadiran negara dalam menjamin hak dasar masyarakat?” ucapnya.
Harapan: Bukan Sekadar Janji Perbaikan
Masyarakat Kerinci dan Sungai Penuh tak menuntut lebih. Mereka hanya ingin hidup normal, tanpa ketakutan bahwa listrik akan mati di tengah aktivitas penting.
Mereka berharap, PLN benar-benar melakukan evaluasi internal dan memperkuat sistem distribusi agar kejadian serupa tak lagi berulang.
Karena bagi mereka, listrik bukan sekadar energi. Ia adalah kehidupan.
Dan ketika sumber kehidupan itu sering padam, maka jantung ekonomi dan bahkan peradaban kut terhenti.(Adi)


















