Mutu Dipertanyakan, Proyek Irigasi Rp12 Miliar Berpotensi Jadi Proyek Gagal

GLOBALJAMBI.CO.ID – Proyek rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi (D.I) Siulak Deras di Kabupaten Kerinci, Jambi, dengan anggaran fantastis mencapai Rp12 miliar dari APBN Tahun 2025, kini berubah menjadi polemik besar. Alih-alih menjadi solusi bagi petani, pelaksanaan proyek justru sarat dengan dugaan pelanggaran teknis, lemahnya pengawasan, hingga potensi kerugian negara.

Berdasarkan temuan di lapangan, pengecoran konstruksi dilakukan langsung di aliran Sungai Batang Merao. Praktik yang jelas-jelas menyalahi kaidah teknik ini dinilai sangat berisiko. Para ahli menegaskan, pengecoran dalam aliran air akan merusak ikatan beton sehingga mutu dan kekuatan bangunan terancam jauh di bawah standar. Dengan metode asal-asalan tersebut, proyek bernilai miliaran rupiah ini diprediksi tidak akan bertahan lama, bahkan bisa menjadi proyek gagal.

Tak hanya soal kualitas, aktivitas proyek juga menodai ekosistem sungai. Material sisa pekerjaan yang hanyut bersama arus dikhawatirkan mencemari air, padahal Sungai Batang Merao adalah urat nadi kehidupan masyarakat: sumber irigasi, kebutuhan rumah tangga, hingga air minum. Warga pun semakin resah karena alih-alih memberi manfaat, proyek justru berpotensi merusak lingkungan.

Kondisi diperparah dengan absennya tenaga pengawas di lapangan. Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar: ke mana pihak berwenang yang seharusnya mengawal proyek sebesar ini? Apakah ada pembiaran dari dinas teknis, atau bahkan indikasi kongkalikong antara kontraktor dan pengawas proyek?

Seorang warga setempat, Arman, meluapkan kekesalannya. “Kalau pengecoran dilakukan di dalam air, bagaimana nanti kekuatan betonnya? Ini proyek besar, mestinya ada pengawasan. Jangan sampai uang rakyat sebesar itu dibuang percuma,” tegasnya.

Sejumlah pengamat menilai, persoalan ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan juga indikasi lemahnya integritas pengelolaan anggaran negara. Proyek yang seharusnya menjadi tulang punggung ribuan hektare sawah justru berisiko berubah menjadi ladang bancakan, akibat kelalaian dan lemahnya kontrol dari pihak berwenang.

Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada pernyataan resmi dari instansi terkait. Publik menuntut pemerintah daerah, Balai Wilayah Sungai, hingga aparat penegak hukum untuk segera turun tangan. Jika tidak, proyek bernilai Rp12 miliar ini hanya akan meninggalkan jejak buruk: mutu rendah, lingkungan rusak, dan kerugian negara yang tidak kecil.(adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *