Gugat ke MK Meski Selisih Suara Jauh, Cerminan Belum Dewasanya Politik Pemimpin Kerinci

GLOBALJAMBI.COM, KERINCI – Tiga pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kerinci yang kalah pada Pilbup Kerinci 27 November lalu resmi menggugat hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah paslon nomor 01 Darmadi-Darifus, nomor 02 HTK-Ezi, dan nomor 04 Deri-Aswanto. Gugatan ini diajukan dalam waktu yang hampir bersamaan, yakni pukul 23.13 WIB (Deri-Aswanto), 23.27 WIB (Darmadi-Darifus), dan 23.41 WIB (HTK-Ezi).

Menariknya, ketiga paslon tersebut menggunakan materi gugatan yang serupa dan diwakili oleh tim kuasa hukum yang sama. Beberapa tokoh pun mulai menyoroti hal ini, salah satunya dari Tokoh Pemuda Kerinci Yogi Adiyatma. Dia menilai langkah menggugat hasil Pilkada ke MK mencerminkan ketidakdewasaan dalam berpolitik.

“Menggugat hasil Pilkada memang adalah hak, tetapi hal ini juga menunjukkan ketidakmampuan menerima kekalahan secara kesatria. Dalam politik, kalah dan menang adalah hal yang wajar. Ketidakmampuan menerima realitas justru merusak reputasi kandidat di mata publik, pasalnya tidak merujuk pada UUD Pilkada,” ujar Yogi, Senin (09/12/24).

Ia juga menambahkan bahwa tindakan ini lebih memperlihatkan ambisi pribadi daripada kepentingan masyarakat. “Jika tidak siap menerima kekalahan, kenapa mencalonkan diri? Ini hanya akan menciptakan polarisasi, memperpanjang konflik sosial, dan menghambat rekonsiliasi,” ucapnya.

Bagaimana tidak, hal tersebut dapat dilihat pada UUD Pilkada dimana untuk Kabupaten Kerinci dengan jumlah penduduk 270 ribu lebih, tentunya untuk menggugat perselisihan suara harus jarak 1,5 persen perolehan suara. Begitu juga dengan gugatan soal TSM, dimana yang bisa melakukan TSM itu hampir umumnya yakni Incumbent.

Sementara untuk kondisi di Kabupaten Kerinci, tidak ada Incumbent. “Justru yang kita lihat dilapangan dan justru sudah menjadi rahasia umum bahwa para eselon II dan menggerakan ASN lainnya lebih banyak berada di paslon lain,” tegasnya

Sementara Pengamat politik Jambi, Jafar Ahmad, memberikan pandangan berbeda. Menurutnya, kemenangan signifikan Monadi-Murison adalah hasil dari strategi panjang dan relasi sosial yang terbangun jauh sebelum Pilkada. “Perolehan suara signifikan ini merupakan buah kerja keras pasangan Monadi-Murison. Mereka telah membangun elektabilitasnya sejak lama, jauh sebelum Pilkada berlangsung,” kata doktor ilmu politik alumni Universitas Indonesia (UI) ini.

Ia mengingatkan bahwa hasil ini menjadi pelajaran bagi kandidat yang berniat maju pada Pilkada mendatang. “Jika ingin elektabilitas tinggi, tidak ada jalan pintas. Relasi sosial, kerja nyata, dan pendekatan konsisten kepada masyarakat harus dirancang secara matang,” tutupnya.

Langkah hukum yang diambil oleh tiga paslon tersebut memperpanjang ketegangan politik di Kerinci. Namun, pemenang Pilkada, Monadi-Murison, mengajak seluruh pihak untuk kembali merajut kebersamaan demi pembangunan daerah. Pilkada adalah pesta demokrasi, dan hasilnya mencerminkan suara rakyat. Namun, ketika hak menggugat digunakan tanpa kesiapan mental untuk kalah, masyarakat bisa mempertanyakan esensi kepemimpinan yang ditawarkan kandidat tersebut.(Adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *