GLOBALJAMBI.CO.ID, JAMBI – Kasus dugaan suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017–2018 kembali mencuat ke permukaan. Setelah beberapa pejabat dan anggota DPRD divonis, kini sorotan publik mengarah pada sosok pengusaha asal Kerinci, H. Andi Putra Wijaya, yang namanya disebut dalam persidangan turut berperan dalam aliran dana suap yang dikenal sebagai kasus “ketok palu”.
Aktivis muda asal Kerinci, Mhd. Paizal, menilai penegakan hukum terhadap perkara yang menyeret banyak pejabat di Jambi itu belum sepenuhnya tuntas. Ia mempertanyakan komitmen aparat penegak hukum, khususnya terhadap sejumlah pihak yang telah disebut jelas dalam fakta persidangan namun belum tersentuh proses hukum.
“Dalam persidangan disebutkan H. Andi menyerahkan uang sebesar Rp1,125 miliar untuk pengesahan RAPBD. Namun sampai hari ini, belum ada penetapan tersangka terhadapnya. Ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat,” tegas Paizal di Jambi.
Berdasarkan keterangan yang berkembang di persidangan, setelah turut mengalirkan dana suap tersebut, H. Andi disebut mendapatkan tiga paket proyek pembangunan jalan dengan nilai fantastis: masing-masing Rp27 miliar, Rp13 miliar, dan Rp14 miliar. Proyek-proyek itu diduga dijalankan melalui beberapa perusahaan yang masih memiliki keterkaitan dengan dirinya.
Selain itu, ia juga pernah menggarap proyek tahun 2016, meski dalam kesaksian mengaku tidak mengetahui detail pembagian “fee proyek” yang menjadi bagian dari praktik suap tersebut.
Mhd. Paizal menegaskan, hukum harus ditegakkan secara adil dan menyeluruh tanpa pandang bulu. “Banyak penerima suap sudah divonis, tetapi pihak-pihak yang diduga pemberi belum tersentuh. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” ujarnya menohok.
Menurutnya, transparansi penanganan kasus ini sangat penting, bukan hanya untuk menegakkan keadilan, tetapi juga untuk menjaga marwah daerah, khususnya Kabupaten Kerinci yang kini terseret dalam pusaran kasus besar tersebut.
“Masyarakat Kerinci memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga nama baik daerah. Jika benar ada pengusaha asal sini terlibat, harus ditindak secara terbuka. Jika tidak bersalah, sampaikan secara terang agar tidak timbul prasangka,” imbuhnya.
Aktivis yang dikenal vokal dalam isu transparansi dan akuntabilitas anggaran publik itu juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta aparat penegak hukum daerah untuk menuntaskan penyelidikan hingga ke akar persoalan.
“Suap dalam pembahasan RAPBD adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Uang negara seharusnya digunakan untuk pembangunan, bukan untuk membeli keputusan politik. Jika praktik seperti ini dibiarkan, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan DPRD akan terus tergerus,” tegas Paizal.
Ia juga menyerukan agar generasi muda Jambi tidak diam menghadapi praktik korupsi yang sudah mencoreng integritas pemerintahan daerah.
“Anak muda Jambi dan Kerinci harus berani bersuara. Korupsi bukan budaya kita, dan diam bukan pilihan. Ini saatnya masyarakat sipil memastikan hukum benar-benar ditegakkan,” pungkasnya.(Adi)