GLOBALJAMBI.CO.ID, Sungai Penuh – Penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek Pengadaan Penerangan Jalan Umum (PJU) di Dinas Perhubungan Kabupaten Kerinci tahun anggaran 2023 terus bergulir dan menyita perhatian publik.
Setelah menetapkan tujuh tersangka utama, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh kini mulai mengarah pada kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk konsultan perencanaan dan konsultan pengawas, yang seharusnya bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Proyek Bernilai Lebih dari Rp 5 Miliar Sarat Penyimpangan
Sebagaimana disampaikan oleh Kejari, proyek PJU yang didanai dari APBD Kabupaten Kerinci sebesar lebih dari Rp 5 miliar, terdiri dari Rp 3 miliar lebih pada anggaran murni dan tambahan Rp 2 miliar lebih pada anggaran perubahan, telah dimainkan sedemikian rupa oleh pengguna anggaran dan PPTK, dengan cara memecah paket pengadaan menjadi 41 bagian untuk menghindari proses pelelangan, dan menggunakan metode penunjukan langsung (PL) secara sistematis.
Tujuh Tersangka Ditahan, Konsultan Masih Bayang-Bayang
Sampai saat ini, penyidik telah menetapkan dan menahan tujuh tersangka, yakni:
- HC – Kepala Dinas Perhubungan Kerinci (PA dan PPK)
- NE – Kabid Lalu Lintas dan Prasarana Dishub (PPTK)
- F – Direktur PT. WTM
- AN – Direktur CV. TAP
- SM – Direktur CV. GAW
- G – Direktur CV. BS
- J – Direktur CV. AK
Namun demikian, muncul pertanyaan besar di tengah masyarakat dan praktisi teknis: di mana peran konsultan perencana dan konsultan pengawas dalam proyek ini?
Peran Konsultan Tidak Bisa Dikesampingkan
Dalam setiap proyek konstruksi pemerintah, konsultan perencana bertugas memastikan seluruh rencana kerja telah disusun secara teknis dan administratif sesuai peraturan yang berlaku. Sementara itu, konsultan pengawas wajib memastikan bahwa pekerjaan di lapangan terlaksana sesuai dengan spesifikasi teknis, volume, waktu, dan mutu yang telah ditetapkan dalam kontrak.
Fakta yang diungkap Kejari bahwa banyak barang tidak sesuai spesifikasi, serta adanya kerugian negara mencapai Rp 2,7 miliar (hasil audit BPKP), menunjukkan bahwa pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jika konsultan bekerja sesuai fungsi dan tanggung jawabnya, maka penyimpangan tersebut seharusnya bisa dicegah sejak awal.
Penegakan Hukum Harus Menyeluruh
Pakar hukum dan pengadaan barang/jasa menyebut bahwa penanganan perkara korupsi proyek tidak boleh hanya berhenti pada pengguna anggaran dan rekanan saja. “Konsultan juga terikat kontrak dan menerima pembayaran atas jasanya. Bila ditemukan unsur kelalaian atau kesengajaan, maka mereka juga harus dimintai pertanggungjawaban hukum,” ungkap Endi Suardani, S.H, M.H, salah satu pakar hukum publik di Jambi.
Dijelaskannya bahwa, hal ini juga sejalan dengan Prinsip Akuntabilitas dan Integritas dalam Pengadaan Barang/Jasa, sebagaimana diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 jo. Perpres No. 12 Tahun 2021, yang menekankan pentingnya partisipasi seluruh pihak dalam menjamin penggunaan keuangan negara yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi.
Kejari Sungai Penuh: Tidak Tertutup Kemungkinan Ada Tersangka Baru
Dalam keterangannya, pihak Kejari menegaskan bahwa penyidikan masih akan terus berkembang. Jika ditemukan dua alat bukti yang sah, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan, termasuk dari unsur konsultan yang diduga lalai atau terlibat aktif dalam permainan proyek.
“Kami terus mendalami seluruh aspek pelaksanaan proyek ini. Termasuk pihak konsultan yang secara administratif dan teknis turut bertanggung jawab atas kualitas pekerjaan,” ujar Kejari.
Masyarakat Dukung Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu
Kasus ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat Kerinci dan Sungai Penuh. Mereka berharap agar aparat penegak hukum bertindak tegas dan tidak tebang pilih dalam menuntaskan perkara yang telah merugikan keuangan negara dan mengkhianati kepercayaan publik.(Adi)