Oleh: Alfian Taufiqurrizqi, Kasubag Umum KPPN Sungai Penuh
SUNGAIPENUH – Sebagai instrumen kebijakan fiskal, salah satu fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah menjaga stabilitas ekonomi atau lebih dikenal dengan fungsi stabilisasi. Melalui APBN pemerintah dapat memfokuskan kebijakan pendapatan dan belanjanya untuk menstabilkan perekonomian.
Peran APBN dalam menstabilkan perekonomian sangat terasa sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada awal tahun 2020. Kerja keras APBN dalam memberikan bantalan terhadap dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap pemulihan ekonomi nasional.
Melalui program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), APBN difokuskan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pengembangan UMKM dan dunia usaha melalui program perlindungan sosial dan insentif. Hasilnya perekonomian yang sempat terpuruk mulai menunjukkan pemulihan seiring dengan mulai menurunnya kasus infeksi Covid-19 dan pelonggaran mobilitas masyarakat.
Hal ini ditunjukkan dari data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mampu tumbuh di kisaran 5 persen (yoy) dalam satu tahun terakhir. Momentum pemulihan ekonomi perlu terus dijaga di masa yang akan datang sehingga kebijakan pemulihan ekonomi nasional akan tetap menjadi prioritas dalam APBN 2023.
APBN 2023 telah disepakati dan disahkan oleh pemerintah dan DPR dalam sidang paripurna yang dilaksanakan akhir September 2022 yang lalu. Pelaksanaan APBN 2023 juga telah dimulai, ditandai dengan pelaksanaan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2023 pada tanggal 1 Desember 2022 di istana negara. APBN 2023 dirancang untuk optimis menjaga momentum pemulihan ekonomi, namun tetap waspada mengantisipasi ketidakpastian global agar rakyat tetap terlindungi.
Lalu bagaimana rasa optimis dan kewaspadaan tersebut digambarkan oleh pemerintah dalam APBN 2023?Optimisme pemerintah dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi dapat tergambar dari asumsi dasar ekonomi makro dan target pendapatan negara dalam APBN 2023. Pemerintah optimis bahwa perekonomian Indonesia akan tetap stabil di tahun 2023 meskipun di tengah ancaman resesi global. Kondisi perekonomian yang stabil tentunya akan berdampak positif terhadap pendapatan negara terutama pendapatan perpajakan, sehingga pada tahun 2023 pemerintah menaikkan target pendapatan perpajakan sebesar 5 persen dibandingkan tahun 2022.
Dalam asumsi dasar ekonomi makro, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5,3 persen meningkat dibandingkan dengan asumsi dasar ekonomi makro pada tahun 2022 yang berada di kisaran 5,1 – 5,4 persen. Tingkat inflasi diperkirakan tetap terjaga di angka 3,6 persen, tingkat suku bunga 7,9 persen, nilai tukar rupiah Rp14.800, dan harga minyak mentah di angka 90US$/barel yang akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan perang Rusia-Ukraina dan situasi pandemi Covid-19.
Rasa optimis pemerintah terhadap kinerja positif perekonomian didukung oleh berberapa faktor diantaranya pemulihan ekonomi yang terus menguat di tahun 2022. Data BPS terakhir menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia tumbuh 5,72 persen (yoy) di triwulan III 2022. Hal ini tentunya menjadi sinyal positif bahwa pertumbuhan ekonomi dapat terus berlanjut di triwulan IV 2022 dan di tahun 2023, terlebih lagi setelah kesuksesan Indonesia dalam presidensi G20 di sepanjang tahun 2022.
Disamping itu, pertumbuhan ekspansif sektor manufaktur dan perdagangan, konsumsi yang menguat, ekspor yang solid, tumbuhnya investasi, dan neraca perdagangan yang positif selama 30 bulan berturut-turut, serta tingkat inflasi yang cenderung moderat dibandingkan negara lain karena peran besar APBN sebagai bantalan turut mendorong rasa optimis bahwa kinerja perekonomian dapat terus positif di tahun 2023.
Optimisme juga tergambar dari sisi pendapatan negara, pada tahun 2023 pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp2.021,2 triliun, tumbuh 5 persen dari outlook 2022. Peningkatan penerimaan perpajakan di tahun 2023 didukung dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik, implementasi UU HPP, serta upaya optimalisasi dari sisi administrasi maupun kepatuhan wajib pajak. Meskipun ditargetkan tumbuh secara keseluruhan, penerimaan perpajakan dari Kepabeanan dan Cukai diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 4,3 persen yang dipengaruhi moderasi harga komoditas yang sempat melambung dalam periode tahun 2020-2022.
Oleh karena itu, pemerintah terus mewaspadai faktor risiko ketidakpastian yang masih tinggi yang berdampak terhadap perekonomian dan kondisi APBN 2023.
Di tahun 2023, pemerintah akan tetap mewaspadai tingginya tingkat inflasi yang berpotensi memicu stagflasi, kondisi di mana tingkat inflasi tinggi namun perekonomian cenderung stagnan. Ancaman resesi global yang juga berpotensi mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi domestik juga menjadi salah faktor yang perlu diwaspadai disamping situasi perang di Ukraina yang menyebabkan tingginya harga komoditas dan pengetatan kebijakan moneter secara agresif berpotensi meningkatkan cost of fund dan tekanan terhadap nilai tukar.
Sebagai bentuk kewaspadaan pemerintah terhadap risiko ketidakpastian yang tinggi, APBN 2023 dioptimalkan untuk menahan gejolak (shock absorber). APBN sebagai shock absorber diarahkan untuk mengendalikan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat, mempertahankan momentum pemulihan ekonomi, dan menjaga prioritas belanja. Selain itu, untuk senantiasa waspada, antisipatif, dan responsif, APBN juga diarahkan untuk menjaga momentum penguatan ketahanan fiskal dengan menyiapkan buffer (penyangga) untuk mengantisipasi ketidakpastian dan memperkuat fondasi konsolidasi dan keberlanjutan fiskal sehingga Kesehatan APBN tetap terjaga dalam jangka menengah maupun Panjang.
Untuk itu diperlukan optimalisasi pengeluaran APBN utamanya terkait dengan belanja subsidi, kompensasi, perlindungan sosial, dan belanja prioritas (dukungan infrastruktur, Kesehatan, Pendidikan, dan reformasi struktural).
Sebagai wujud kewaspadaan, pemerintah menganggarkan Rp476 triliun (15,55 persen dari total belanja dalam APBN 2023) untuk belanja perlindungan sosial yang akan difokuskan dalam kebijakan akselerasi reformasi sistem perlindungan sosial. APBN 2023 juga difokuskan pada 5 kebijakan lainnya yaitu penguatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pembangunan infrastruktur prioritas dan infrastruktur untuk menumbuhkan sentra-sentara ekonomi baru, revitalisasi industri, serta pemantapan reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi.
Melihat struktur APBN 2023, pemerintah sangat optimis dalam menghadapi tahun 2023 dengan tetap mewaspadai kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional. Pemerintah menyadari bahwa sikap optimis sangat dibutuhkan untuk bisa bertahan terutama dalam menghadapi ancaman krisis dan ketidakpastian yang tinggi. Sikap optimis mampu memberikan harapan bahwa tidak ada krisis seberat apapun yang tidak dapat dilalui.
Untuk itu pemerintah berusaha fokus pada pencapaian masa kini dan masa depan serta mengambil pelajaran dari kejadian di masa lalu.
Sikap optimis tentunya perlu diimbangi dengan kewaspadaan, karena dengan waspada kita dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak diduga. Tidak ada yang pernah menduga bahwa akan terjadi pandemi Covid-19 yang membuat perubahan yang sangat signifikan hampir di seluruh aspek kehidupan masyarakat. Bahkan ketika pandemi belum sepenuhnya berakhir, muncul perang antara Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan ekonomi global kembali masuk ke dalam ancaman resesi.
Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menjaga optimisme namun tetap waspada dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan.**
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi dimana penulis bekerja.