GLOBALJAMBI. CO. ID, Sungaipenuh – Ikon kebanggaan Kota Sungai Penuh, Jembatan Kerinduan, kini seperti kehilangan jiwa. Sore yang dulu selalu riuh oleh pedagang kaki lima (PKL) dan pengunjung dari berbagai daerah, kini berganti sepi pasca penertiban yang dilakukan Satpol PP, Dinas Perhubungan, dan instansi terkait.
Penertiban ini dilakukan dengan alasan penegakan Perda dan Perkasa mencegah kemacetan, menjaga kebersihan, dan memulihkan fungsi trotoar bagi pejalan kaki. Namun, di balik kebijakan tersebut, denyut ekonomi mikro yang selama ini menjadi penopang hidup puluhan keluarga langsung terhenti.
Bagi banyak warga, PKL di sekitar Jembatan Layang bukan sekadar pedagang, mereka adalah bagian dari “ekosistem wisata” yang membuat orang mau datang dan berlama-lama. Tanpa mereka, kawasan ini kini terasa dingin dan kehilangan daya tarik.
“Kalau bicara aturan, betul, berjualan di trotoar itu melanggar. Tapi kalau bicara pariwisata, suasana hidup di sini justru karena PKL itu. Pemerintah seharusnya mengatur, bukan mematikan. Sekarang jembatan ini memang rapi, tapi juga sunyi,” kata Dedi Dora, S. Pd, M. Pd, seorang pengamat kebijakan publik Sungai Penuh Jumat (15/8).
Menurut Dedi, kebijakan yang hanya fokus pada penertiban tanpa solusi lanjutan berisiko menimbulkan efek domino, penurunan kunjungan wisata, berkurangnya perputaran uang di sektor informal, dan pada akhirnya merugikan citra pariwisata kota. “Tempat wisata itu punya ‘seni’ kemacetan kecil, aroma jajanan, interaksi spontan, itu semua bagian dari pengalaman. Kalau semua steril, apa yang tersisa selain beton dan lampu hias?” tambahnya.
Kini, masyarakat menunggu langkah lanjutan Pemkot Sungai Penuh, apakah akan ada penataan yang memberi ruang bagi pedagang, ataukah Jembatan Layang akan dibiarkan menjadi monumen indah yang sunyi—tempat yang difoto sekali lalu dilupakan.(adi)
Jembatan Layang Sungai Penuh Sepi Usai Penertiban, Ikon Wisata Jadi Monumen Sunyi
