Wako Alfin Harus Faham, Jembatan Layang itu Ikon Wisata, Pedagang dan Macet Itulah Seninya Wisata

GLOBALJAMBI.CO.ID, Sungaipenuh – Pak Wali Kota yang terhormat, izinkan warga menyampaikan uneg-uneg soal nasib Jembatan Kerinduan, ikon wisata yang dulu selalu ramai dan hidup. Sore-sore, tempat ini seperti pasar kuliner terbuka—pedagang kaki lima (PKL) berjajar, anak-anak berlarian, orang berfoto dengan latar sunset, dan kendaraan lalu-lalang meski sedikit macet. Tapi, bukankah itu justru bagian dari seninya?

Sejak penertiban oleh Satpol PP, Dinas Perhubungan, dan instansi terkait, suasana itu hilang. Jembatan kini memang rapi dan trotoarnya kosong, tapi juga sunyi. Tidak ada lagi aroma jagung bakar, tidak ada lagi deretan es tebu, tidak ada lagi musik dari speaker kecil para pedagang. “Yang ada hanya tiang lampu, jalan aspal, dan angin sore yang terasa dingin,” Ujar Pratama, warga Sungai Penuh.

Dikatakan nya bahwa, Warga paham aturan harus ditegakkan. Berjualan di trotoar melanggar Perda, demi kelancaran lalu lintas, kenyamanan, dan kebersihan. Tapi, apakah ikon wisata bisa dibiarkan steril seperti ini? Para PKL hadir bukan tanpa alasan, lapangan kerja terbatas, ekonomi sulit, dan lokasi jembatan strategis untuk mencari nafkah. “Mereka justru ikut membuat Sungai Penuh punya magnet bagi wisatawan, ” Tegasnya.

Beberapa pengamat pariwisata bahkan menilai, kemacetan kecil, keramaian, dan interaksi di jembatan adalah bagian dari “cerita” sebuah tempat wisata. Menertibkan tanpa memberi solusi hanya mematikan denyut hidupnya.

“Pak Wali, warga hanya ingin agar penertiban ini diikuti dengan penataan. Beri ruang bagi pedagang untuk tetap berjualan dengan rapi dan tertib, sehingga wisatawan tetap punya alasan datang, dan PKL tetap punya sumber penghidupan. Sebab, jembatan ini bukan hanya beton dan lampu, tapi juga tempat ribuan cerita dan rezeki, ” Pungkasnya.(adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *